Pekik Kemuliaan. Морган Райс

Читать онлайн.
Название Pekik Kemuliaan
Автор произведения Морган Райс
Жанр Героическая фантастика
Серия Cincin Bertuah
Издательство Героическая фантастика
Год выпуска 0
isbn 9781632913937



Скачать книгу

sebagai pembunuh ayahnya, karena menggiringnya di depan anak buahnya – dan berusaha menghukum mati dirinya. Kendrick ingin membalas dendam pada Gareth – namun karena ia tak bisa melakukannya sekarang, ia akan melampiaskannya pada pasukan McCloud.

      Saat ia nanti kembali ke Istana Raja, ia akan membenahi segalanya. Ia akan melakukan apapun untuk menyingkirkan adiknya dan menempatkan adiknya Gwendolyn sebagai penguasa baru.

      Mereka mendekati kota yang kacau balau, asap tebal hitam menyerbu ke arah mereka, membuat Kendrick sesak nafas. Ia merasa sedih melihat kota McGil seperti ini. Jika ayahnya masih hidup, ini tak akan terjadi; jika Gareth tak memenjarakannya, ini juga tak akan pernah terjadi. Sungguh memalukan, sebuah noda bagi kehormatan keluarga McGil dan Kesatuan Perak. Kendrick berdoa mereka tidak terlambat menyelamatkan orang-orang ini, bahwa McCloud belum lama di sini dan belum terlalu banyak orang yang terluka atau terbunuh.

      Ia menendang kudanya lebih kuat, mendahului yang lainnya, saat mereka berkuda seperti sekumpulan lebah menuju gerbang kota. Mereka sedang mendidih, Kendrick menghunus pedangnya, bersiap menghadapi musuh saat mereka masuk ke kota. Ia berseru, begitu juga semua orang di sekelilingnya, untuk memperkuat dirinya.

      Namun ketika ia melintasi gerbang dan menuju alun-alun kota yang berdebu, ia tercekat dengan apa yang dilihatnya: tak ada apapun. Semuanya adalah sisa-sisa penyerbuan – kehancuran, kebakaran, rumah-rumah hancur, tumpukan mayat, para wanita merayap. Hewan-hewan ternak terbunuh, darah melumuri dinding. Ini pembantaian. Pasukan McCloud telah menyiksa penduduk yang tak berdosa. Kendrick merasa mual saat memikirkannya. Pasukan McCloud penakut.

      Tetapi yang membuat Kendrick heran adalah tak ada seorang McCloud pun di sana. Ia tak mengerti. Seolah-olah pasukan musuh telah meninggalkan kota karena telah mengetahui kedatangan mereka. Api masih menyala, dan sudah jelas mereka menyalakannya untuk suatu alasan.

      Hari menjelang senja saat Kendrick mengetahui bahwa semua ini tipuan. Bahwa pasukan McCloud ingin menarik perhatian pasukan McGil ke tempat ini.

      Tapi mengapa?

      Kendrick tiba-tiba berbalik, melihat ke sekeliling, dengan putus asa mencari apakah ada anak buahnya yang hilang, apakah ada kelompok yang terpisah jauh di tempat lain. Pikirannya dibanjiri oleh pemahaman baru, bahwa semua ini telah diatur untuk memecah anak buahnya, untuk mengacaukan mereka. Ia memandang ke segala penjuru, mencari siapa yang tidak ada di sana.

      Dadanya terasa sesak. Satu orang telah hilang. Pengawalnya.

      Thor.

      BAB ENAM

      Thor duduk di atas kudanya. Di puncak bukit, kelompok Legiun dan Krohn di sisinya, mereka memandang pemandangan menegangkan di depannya: sejauh mata memandang hanya ada pasukan McCloud duduk di punggung kuda, sejumlah besar prajurit sedang bersiaga menunggu mereka. Mereka telah dijebak. Forg pasti telah meninggalkan mereka di sini untuk sebuah alasan, telah mengkhianati mereka. Tapi mengapa?

      Thor menelan ludahnya, memandang ke arah apa yang dipastikan akan menjadi sebab kematian mereka.

      Sebuah seruan untuk bertempur membahana ketika prajurit McCloud mendekati mereka. Mereka hanya beberapa yard saja jauhnya, dan mendekat dengan cepat. Thor memandang ke belakang, namun tak ada bantuan yang dilihatnya di kejauhan. Mereka benar-benar sendirian.

      Thor tahu mereka tak punya pilihan lain selain melawan di sini, di bukit kecil ini, di tengah kesunyian ini. Jumlah mereka lebih sedikit, dan tak ada cara untuk menang. Tapi jika ia kalah, ia akan melakukannya dengan berani dan menghadapi mereka semua sebagai seorang pria. Legiun telah mengajarkannya banyak hal. Melarikan diri bukanlah pilihan; Thor bersiap menyongsong kematiannya.

      Thor berbalik dan memandang wajah teman-temannya. Dan ia dapat melihat mereka juga pucat karena takut, ia melihat kematian di mata mereka. Tapi hebatnya, mereka tetap berani. Tak seorang pun dari mereka kabur, meski kuda mereka melompat-lompat, atau memutar kuda mereka dan lari. Legiun masih satu sampai saat ini. Mereka lebih dari sekedar teman: Misi Seratus Hari telah membentuk mereka menjadi satu kelompok persaudaraan. Tak seorang pun akan meninggalkan yang lainnya. Mereka semua telah mengambil sumpah, dan kemuliaan mereka sedang dipertaruhkan. Dan bagi Legiun, kemuliaan lebih berharga daripada darah.

      “Saudara-saudara, aku yakin kita punya pertempuran di depan kita,” kata Reece perlahan, saat ia meraih dan menghunus pedangnya.

      Thor menggapai dan meraih ketapelnya, ingin menjatuhkan musuh sebanyak mungkin sebelum musuh bisa mendekati mereka. O’Connor menghunus tombak pendeknya, sementara Elden mengacungkan lembingnya; Conval mengangkat martil, dan Convel sebuah kapak berpisau. Anak-anak lelaki lain yang datang bersama mereka dari Legiun, yang tidak dikenal Thor, menghunus pedang dan meraih perisai mereka. Thor dapat merasakan ketakutan di udara, dan ia juga merasakannya ketika pasukan berkuda semakin dekat, saat suara teriakan prajurit McCloud menggema, terdengar seperti gemuruh topan yang hendak menghantam mereka. Thor tahu mereka butuh strategi – tapi ia tidak tahu strategi apa.

      Di dekat Thor, Krohn menggeram. Thor mendapat inspirasi dari keberanian Krohn: ia tak pernah mendengking atau menengok ke belakang sekali pun. Bahkan, bulu-bulu di belakangnya berdiri dan perlahan ia maju ke depan, seolah hendak melawan pasukan itu sendirian. Thor tahu bahwa Krohn adalah teman dalam pertempuran yang sejati.

      “Apakah kau pikir yang lainnya akan membantu kita?” tanya O’Connor.

      “Mereka akan terlambat,” jawab Elden. “Kita telah dijebak oleh Forg.”

      “Tapi mengapa?” tanya Reece.

      “Aku tak tahu,” jawab Thor, melangkah ke depan di atas kudanya. “tapi aku merasa ini ada hubungannya denganku. Kupikir ada yang ingin aku mati.”

      Thor merasa yang lainnya berbalik dan memandang ke arahnya.

      “Mengapa?” tanya Reece.

      Thor mengangkat bahunya. Ia tak tahu, tapi ia punya firasat itu ada hubungannya dengan kekacauan di Istana Raja, sesuatu tentang pembunuhan Raja MacGil. Kelihatannya itu Gareth. Mungkin ia menganggap Thor sebagai ancaman untuknya.

      Thor merasa tak enak karena telah membahayakan nyawa rekan-rekan setimnya, tapi tak ada sesuatu pun yang bisa dilakukannya saat itu. Semua yang bisa ia lakukan adalah mencoba memperjuangkan nyawa mereka.

      Thor merasa saatnya tiba. Ia berseru dan menendang kudanya, dan melaju kencang di atasnya, di depan teman-temannya. Ia tak akan menunggu di sini untuk menemui musuhnya, bertemu dengan ajalnya. Ia akan melakukan serangan pertama, mungkin untuk mengalihkan perhatian dari rekan-rekan setimnya, dan memberi mereka kesempatan untuk melarikan diri. Jika ini adalah akhir hidupnya, ia akan menjemputnya dengan keberanian, dengan kemuliaan.

      Hati Thor menggigil namun ia tak ingin menampakkannya. Thor berkuda menjauhi yang lainnya, melaju ke atas bukit mendekati pasukan. Di sampingnya, Krohn berlari kencang, tak ketinggalan.

      Thor mendengar teriakan di belakangnya, kawan-kawan Legiunnya berlomba mengejarnya. Mereka berjarak sekitar dua puluh yard darinya, dan mereka berkuda di belakangnya, menyerukan seruan pertempuran. Thor tetap berada di depan, dan merasa lega mendapat dukungan kawan-kawannya.

      Sebelum kelompok ksatria Thor menusuk ke dalam pasukan McCloud, di depan Thor tampaklah sekitar lima puluh orang. Mereka berada ratusan yard di depannya dan mendekat dengan cepat. Thor menarik ketapelnya, meletakkan sebuah batu, membidik sasaran dan menembakkannya. Ia membidik pemimpin mereka, seorang pria besar dengan pelindung dada berwarna perak, dan bidikannya sempurna. Ia menembak pria itu di bawah kerongkongannya, di antara lempengan baju zirah, dan pria itu terjatuh dari kudanya, mendarat di tanah di depan yang lainnya.

      Saat ia terjatuh, kudanya pun tersungkur bersamanya. Demikian juga lusinan kuda di belakangnya, membuat para prajurit di atasnya terlempar ke tanah dan mendarat dengan wajah menghadap ke tanah.

      Sebelum mereka membalas, Thor menempatkan batu lain, menarik dan menembakkannya. Sekali lagi, bidikannya tepat dan ia mengenai pemimpin pasukan lainnya, tepat di titik wajahnya yang tak terlindung baju zirah. Ia terjatuh di sisi kudanya, menimpa beberapa prajurit lainnya, menjatuhkan mereka seperti domino.

      Saat Thor melaju,