Название | Pekik Kemuliaan |
---|---|
Автор произведения | Морган Райс |
Жанр | Героическая фантастика |
Серия | Cincin Bertuah |
Издательство | Героическая фантастика |
Год выпуска | 0 |
isbn | 9781632913937 |
Ia merasakan ketakutan yang nyata ketika ia berlari di sepanjang jalan, dan bukan karena para pemabuk dan bandit di sekitarnya; namun rasa takut pada kakaknya, Gareth. Ia terlihat seperti iblis pada pertemuan terakhir mereka, dan ia tidak dapat melepaskan bayangan akan wajahnya, akan matanya, dari pikirannya-begitu gelap, begitu keji. Ia tampak dikuasai sesuatu. Bahwa ia telah duduk di singgasana ayahnya, membuat segalanya tampak lebih dari nyata. Ia takut pada hukuman dari kakaknya. Mungkin ia memang telah berencana menikahkan dirinya, sesuatu yang tak pernah ia inginkan. Atau mungkin Gareth ingin mengurungnya, dan ia mungkin berencana membunuhnya. Gwen melihat sekeliling, dan saat ia berlari, semua wajah tampak memusuhinya, tampak asing. Semua orang tampak seperti ancaman untuknya, yang dikirim Gareth untuk menghabisinya. Ia menjadi paranoid.
Gwen berbelok dan bahunya bertubrukan dengan seorang pemabuk tua-yang membuatnya kehilangan keseimbangan. Gwen melompat dan berseru marah. Ia sangat tegang. Beberapa saat baru Gwen menyadari bahwa orang itu hanya seorang pejalan yang ceroboh, dan bukan anak buah Gareth. Ia berbalik dan melihatnya menjauh, tidak berbalik ke arahnya untuk meinta maaf. Kebusukan bagian kota ini lebih dari memuakkan baginya. Jika bukan karena Godfrey ia tak akan mendekatinya, dan ia membenci Godfrey karena membuatnya terpaksa melakukan ini. Mengapa ia tidak menjauh saja dari kedai minum?
Gwen kembali berbelok dan itulah dia: kedai minumnya Godfrey, masih berdiri, bobrok, pintu ternganga dan para pemabuk keluar dari sana, seperti biasanya. Gwen tak membuang waktu. dan ia segera bergegas menuju pintu yang terbuka.
Matanya butuh beberapa saat untuk menyesuaikan diri dengan bar yang remang-remang, yang dipenuhi bau bir dan bau keringat. Ruangan itu menjadi senyap saat ia masuk. Dua lusin atau lebih pria di dalamnya berpaling dan melihat ke arahnya, tertegun. Di sanalah Gwen, anggota keluarga kerajaan, dengan gaun berkilauan, bergegas masuk ke ruangan yang mungkin tak pernah dibersihkan selama bertahun-tahun.
Ia berderap menuju seorang pria tinggi dengan perut besar yang dikenalnya sebagai Akorth, salah satu teman minum Godfrey.
“Di mana kakakku? “ tanya Gwen.
Akorth yang biasanya berapi-api, biasanya siap melontarkan gurauan konyol yang terlalu memuaskannya, di luar dugaan Gwen: ia menggelengkan kepalanya.
“Tidak terlalu baik, nona,” katanya, muram.
“Apa maksudmu?” bentaknya, jantungnya berdetak keras.
“Ia minum bir yang buruk,” kata seorang pria tinggi dan bungkuk yang dikenalnya sebagai Fulton, teman minum Godfrey yang lainnya. “Ia jatuh pingsan tengah malam tadi. Belum sadar.”
“Apakah ia masih hidup?” tanya Gwen histeris, mencengkeram pergelangan tangan Akorth.
“Mungkin tidak,” jawabnya, menunduk. “Ia mengalami sesuatu. Ia berhenti bicara sejak satu jam yang lalu.”
“Di mana dia?” bentaknya.
“Di belakang, tuanku,” kata penjaga bar, sambil membungkuk di bar dan menyeka sebuah tangki bir, nampak murung. “Dan sebaiknya kau punya rencana untuknya. Aku tak mau ada mayat di tempat usahaku.”
Gwen, tampak kesal, mendadak mencabut sebuah belati kecil, mencondongkan tubuhnya dan mengarahkan pisaunya ke arah leher si penjaga bar.
Penjaga bar itu tercekat, melihat ke arah Gwen dengan terkejut, tempat itu mendadak menjadi senyap.
“Pertama-tama,” katanya, “tempat ini bukan tempat usaha – ini hanya sebuah saluran got dan akan kuperintahkan pengawal kerajaan untuk meratakannya dengan tanah kalau kau berbicara seperti itu lagi padaku. Kau boleh memanggilku dengan sebutan tuanku.”
Gwen merasa dirinya tidak ada di sana, dan terpana karena ada sebuah kekuatan menggerakkannya; dan ia tak tahu dari mana datangnya.
Penjaga bar menelan ludahnya.
“Tuanku,” suaranya bergema.
Gwen menahan belatinya dengan waspada.
“Kedua, kakakku tidak boleh mati – tidak di tempat ini. Jenazahnya akan memberikan kehormatan pada tempat usahamu lebih daripada jiwa hidup manapun yang mati di sini. Dan jika memang ia telah mati, itu adalah kesalahanmu.”
“Tapi saya tidak melakukan apapun, tuanku!” protesnya. “Ia minum bir yang sama dengan yang lainnya!”
“Seseorang pasti telah meracunnya,” tambah Akorth.
“Siapapun bisa melakukannya,” kata Fulton.
Gwen menurunkan belatinya perlahan.
“Bawa aku kepadanya. Sekarang!” perintah Gwen.
Penjaga bar menundukkan kepalanya dengan malu kali ini, berbali dan bergegas masuk ke sebuah pintu di belakang bar. Gwen mengikutinya. Akorth dan Fulton bergabung bersamanya.
Gwen masuk ke sebuah kamar kecil di belakang kedai dan ia berseru saat melihat kakaknya, Godfrey, terkapar di lantai, terlentang. Ia tampak lebih pucat daripada biasanya. Ia tampak tengah sekarat. Semua itu ternyata benar.
Gwen berjalan ke arah Godfrey, meraih kepalanya yang terasa dingin dan lembab. Ia tidak bereaksi, kepalanya terkulai di lantai, tak bercukur, rambutnya yang acak-acakan terjuntai di dahinya. Tapi Gwen merasakan nadinya, meski lemah tapi ia masih hidup. Gwen melihat dada Godfrey terangkat dan bernafas lemah. Ia masih hidup.
Gwen merasa dirinya dipenuhi dengan amarah.
“Bagaimana bisa kau meninggalkan dia di sini seperti ini?” teriaknya, memarahi penjaga bar. “Kakakku, anggota keluarga kerajaan, dibiarkan terkapar di sini seperti anjing saat ia sedang sekarat?”
Penjaga bar itu menelan ludahnya, tampak gugup.
“Dan apa yang bisa kulakukan, tuanku?” tanyanya, terdengar tidak yakin. “Tempat ini bukan rumah sakit. Semua orang mengatakan ia pasti akan mati dan –“
“Ia tidak mati!” teriaknya. “Dan kalian berdua,” katanya, berpaling pada Akorth dan Fulton. “teman macam apa kalian? Apakah ia akan meninggalkan kalian seperti ini?”
Akorth dan Fulton saling berpandangan dengan tatapan menurut.
“Maafkan aku,” kata Akorth. “Dokter datang tadi malam dan ia melihatnya dan ia bilang Godfrey sekarat-dan tinggal menunggu ajalnya tiba. Aku kira tak ada apapun yang bisa dilakukan.”
“Kami menjaganya sepanjang malam, tuanku,” tambah Fulton,”di sisinya. Kami hanya rehat sebentar, minum untuk melupakan duka cita kami, lalu kau datang dan –“
Gwen meraih dan dengan murka merebut botol bir dari tangan mereka berdua dan melemparkannya ke lantai. Cairan itu berceceran di lantai. Mereka berdua memandang ke arah Gwen, terkejut.
“Kalian berdua, bawa dia,” perintahnya dingin, lalu berdiri, merasa ada kekuatan baru bangkit dalam dirinya. “Kalian akan membawanya pergi dari tempat ini. Kalian akan mengikutiku melewati Istana Raja sampai kita sampai di Tabib Kerajaan. Kakakku akan mendapatkan pengobatan yang sesungguhnya, dan tak akan dibiarkan mati hanya karena asumsi seorang dokter yang tidak jelas.
“Dan kau,” tambahnya, berbalik ke arah penjaga bar. “Kalau kakakku selamat, dan jika ia kembali ke tempat ini dan kau memberi dia minum, aku pastikan bahwa kau akan dikirim ke penjara bawah tanah dan tak akan pernah keluar lagi.”
Penjaga bar terpaku di tempatnya dan semakin menundukkan kepalanya.
“Sekarang, jalan!” teriaknya.
Akorth dan Fulton tersentak, dan segera bertindak. Gwen bergegas meninggalkan kamar, kedua orang itu ada di belakangnya, membopong kakaknya, mengikutinya pergi dari bar dan menuju terik matahari.
Mereka berjalan terburu-buru di tengah padatnya jalanan Istana Raja, pergi mencari tabib, dan Gwen berdoa semoga ia tidak terlambat.
BAB TIGA
Thor berkuda menyeberangi