Penjelmaan. Морган Райс

Читать онлайн.
Название Penjelmaan
Автор произведения Морган Райс
Жанр Героическая фантастика
Серия Jurnal Vampir
Издательство Героическая фантастика
Год выпуска 0
isbn 9781632911810



Скачать книгу

ini tidak boleh dijual kembali atau diberikan kepada orang lain. Jika Anda ingin membagi buku ini dengan orang lain, silahkan membeli salinan tambahan bagi tiap penerima. Jika Anda membaca buku ini dan tidak membelinya, atau tidak dibeli hanya untuk Anda gunakan, maka silahkan mengembalikannya dan membeli salinan milik Anda sendiri. Terima kasih telah menghargai kerja keras penulis ini.

      Ini adalah sebuah karya fiksi. Nama, karakter, bisnis, organisasi, tempat/lokasi, acara, dan insiden adalah hasil karya imajinasi penulis atau digunakan secara fiksi. Setiap kemiripan dengan orang-orang yang sebenarnya, hidup atau mati, adalah sepenuhnya kebetulan.

      Gambar Sampul ©iStock.com/Bliznetsov

      "Apa itu jasmani

      Untuk berjalan bebas dan menyedot cairan

      Dari pagi yang lembab? Apa, apa Brutus sakit,

      Dan akankah dia mencuri ranjangnya yang sehat

      Dengan teganya menularkan kejinya malam?"

      --William Shakespeare, Julius Caesar

      DAFTAR ISI

       Bab Satu

       Bab Dua

       Bab Tiga

       Bab Empat

       Bab Lima

       Bab Enam

       Bab Tujuh

       Bab Delapan

       Bab Sembilan

       Bab Sepuluh

       Bab Sebelas

       Bab Dua Belas

       Bab Tiga Belas

       Bab Empat Belas

       Bab Lima Belas

       Bab Enam Belas

       Bab Tujuh Belas

      Bab Satu

      Caitlin Paine selalu ketakutan hari pertamanya di sekolah yang baru. Ada hal-hal besar, seperti bertemu teman-teman baru, guru-guru baru, mempelajari aula yang baru. Dan ada hal-hal kecil, seperti mendapatkan sebuah loker baru, bebauan tempat yang baru, suara-suara yang terdengar. Lebih dari segalanya, ia takut terhadap tatapan. Ia merasa bahwa setiap orang di tempat baru selalu menatapnya. Yang ia inginkan hanyalah anonimitas. Tapi tampaknya itu tidak akan pernah terwujud.

      Caitlin tidak dapat memahami mengapa ia sangat mencolok. Dengan tinggi 5,5 kaki ia tidak benar-benar tinggi, dan dengan rambut coklat dan mata coklatnya (dan berat yang normal), ia merasakan bahwa ia biasa saja. Pastinya tidak cantik, seperti cewek-cewek lainnya. Pada usia 18, ia sedikit lebih tua, tapi tidak cukup untuk membuatnya menonjol.

      Ada sesuatu hal yang lain. Ada sesuatu tentang dirinya yang membuat orang-orang meilhat dua kali. Ia tahu, dalam hatinya, bahwa ia berbeda. Tapi ia tidak yakin apa itu.

      Jika ada sesuatu hal yang lebih buruk ketimbang hari pertama, itu dimulai pada tengah semester, setelah orang lain punya waktu untuk menjalin ikatan. Hari ini, hari pertama ini, di pertengahan Maret, akan menjadi salah satu yang terburuk. Ia sudah bisa merasakannya.

      Dalam imajinasi terliarnya, bagaimana pun juga, ia tidak pernah berpikiran akan seburuk ini. Tidak ada yang pernah ia lihat - dan sering ia lihat - telah mempersiapkan dirinya untuk ini.

      Caitlin berdiri di luar sekolah barunya, sekolah umum Kota New York yang sangat luas, di pagi hari bulan Maret yang sangat dingin, dan bertanya-tanya, Kenapa aku? Cara berpakaiannya tidak menarik, hanya dalam sweater dan legging, dan bahkan tidak menyiapkan diri sebelumnya untuk keributan berisik yang menyambutnya. Ratusan remaja berdiri di sana, berteriak-teriak, menjerit, dan mendorong satu sama lain. Itu terlihat seperti sebuah halaman penjara.

      Itu semua terlalu bising. Remaja-remaja ini tertawa terlalu kencang, mengumpat terlalu sering, mendorong satu sama lain terlalu keras. Ia akan berpikir itu adalah sebuah perkelahian besar jika ia tidak melihat beberapa senyum dan tawa mengejek. Mereka memiliki terlalu banyak energi, dan ia, lelah, kedinginan, kurang tidur, tidak bisa memahami dari mana energi itu datang. Ia menutup matanya dan berharap itu semua akan pergi.

      Ia merogoh sakunya dan merasakan sesuatu: ipod-nya. Ya. Ia mengenakan headphone di telinganya dan menyalakannya. Ia harus menenggelamkan itu semua.

      Tapi tidak ada yang datang. Ia memandang ke bawah dan melihat baterainya mati. Sempurna.

      Ia memeriksa ponselnya, berharap akan adanya pengalih perhatian, apapun itu. Tidak ada pesan baru.

      Ia mendongak. Mengamati lautan wajah baru, ia merasa sendirian. Tidak karena ia adalah satu-satunya cewek berkulit putih - ia sebenarnya lebih memilih hal itu. Beberapa teman-teman terdekatnya di sekolah lain berkulit hitam, berdarah Spanyol, Asia, India - dan beberapa dari musuh dalam selimutnya berkulit putih. Tidak, bukan itu. Ia merasa sendirian karena ini adalah kota. Ia berdiri di tengah-tengah beton. Sebuah bel nyaring telah berdering untuk mengizinkan ia masuk menuju "daerah rekreasi" ini, dan ia telah melewati melalui gerbang logam yang besar. Sekarang ia sudah masuk - terkurung oleh gerbang logam besar, diatapi oleh kawat berduri. Ia merasa seperti pergi menuju penjara.

      Memandangi sekolah yang sangat besar, bar dan kurungan di semua jendela, tidak membuatnya merasa lebih baik. Ia selalu beradaptasi dengan mudah di sekolah barunya, besar dan kecil - tapi itu semua ada di pinggir kota. Mereka memiliki semua rerumputan, pepohonan, langit. Di sini, tidak ada hal lain selain kota. Ia merasa ia tidak dapat bernapas. Hal itu membuatnya ngeri.

      Bel lain keras terdengar dan ia beringsut berjalan, bersama ratusan anak-anak, menuju pintu masuk. Ia terdesak secara kasar oleh seorang gadis besar, dan menjatuhkan buku hariannya. Ia mengambilnya (mengacaukan rambutnya), dan kemudian mendongak untuk melihat apakah gadis itu akan meminta maaf. Tapi ia tidak terlihat, karena telah melanjutkan perjalanan ke dalam kerumunan. Ia mendengar tawa, tapi tidak tahu apakah itu ditujukan padanya.

      Ia mencengkeram buku hariannya, satu hal yang membuatnya bertahan. Buku itu telah berada bersamanya ke mana saja. Ia menyimpan catatan dan gambar pada setiap tempat yang ia kunjungi. Itu adalah sebuah peta perjalanan masa kanak-kanaknya.

      Ia akhirnya mencapai pintu masuk, dan harus mendesak hanya untuk berjalan melewatinya. Rasanya seperti memasuki kereta pada jam sibuk. Ia berharap akan menjadi hangat ketika ia ada di dalam, tapi pintu terbuka di berlakangnya tetap meniupkan angin kencang ke punggungnya, membuat semakin dingin lagi.

      Dua penjaga keamanan besar berdiri di pintu masuk, diapit oleh dua polisi New York City, seragam lengkap, senjata mencolok di sisi mereka.

      "JALAN TERUS!" perintah salah satu dari mereka.

      Ia tidak dapat mengerti mengapa kedua polisi bersenjata harus menjaga pintu masuk sebuah sekolah tinggi. Perasaan takutnya semakin besar. Perasaan itu lebih buruk ketika ia mendongak dan melihat bahwa ia harus melewati detektor lohan dengan keamanan bergaya bandara.

      Empat polisi