Название | Perjuangan Para Pahlawan |
---|---|
Автор произведения | Морган Райс |
Жанр | Героическая фантастика |
Серия | Cincin Bertuah |
Издательство | Героическая фантастика |
Год выпуска | 0 |
isbn | 9781632910950 |
Itu adalah lemparan yang sempurna.
Pengawal itu terjatuh, menjatuhkan pedangnya, memegangi selangkangannya lalu ambruk ke tanah dan meringkuk seperti bola.
“Kau akan digantung atas hal ini!” ia mengerang di tengah-tengah geraman rasa sakit. "Pengawal! Pengawal!”
Thor menengadah dan di kejauhan melihat beberapa penjaga Raja mengejarnya.
Sekarang atau tidak pernah.
Tanpa membuang waktu lagi, ia berlari ke kusen jendela. Ia harus melompat melaluinya, ke dalam arena, dan membuat dirinya diterima di Legiun. Dan ia akan melawan siapa saja yang menghalangi jalannya.
BAB LIMA
Raja MacGil duduk di bagian paling atas kastilnya, di ruang pertemuan tertutup, salah satu yang ia gunakan untuk keperluan pribadinya. Ia duduk di sebuah singgasana yang bersahaja dari kayu berukir, memandangi keempat anaknya yang sedang berdiri di depannya. Di sana ada putra tertuanya, Kendrick, yang lebih mirip dengan Sang Raja dibandingkan semua anaknya. Dan ironisnya, Kendrick adalah anak haram, terlahir dari suatu persoalan antara MacGil dengan seorang perempuan yang telah ia lupakan. MacGil telah membesarkan Kendrick bersama anak-anak kandungnya yang lain, meski awalnya Sang Ratu mengajukan protes. Kesepakatan tercapai setelah MacGil setuju bahwa Kendrick tidak akan mendapatkan hak atas takhta kerajaan. Ini sangat menyakitkan bagi MacGil, karena Kendrick tumbuh menjadi lelaki sejati yang sangat ia banggakan. Tak akan ada pewaris takhta terbaik untuk kerajaan.
Di samping Kendrick berdirilah putra kedua – putra sah pertamanya - yang berlawanan dalam segala hal dengannya. Gareth, dua puluh tiga tahun, kurus, dengan pipi cekung dan mata coklat besar yang tak pernah berhenti berkedip. Karakter Gareth sangat berbeda dengan saudara tertuanya. Ia mempunyai segala sifat yang tak dimiliki Kendrick: jika Kendrick adalah seseorang yang jujur, maka Gareth tak berterus terang; Kendrick berkepribadian kuat dan ksatria, Gareth tak jujur dan penuh tipu muslihat. Sangat menyakitkan bagi MacGil untuk membenci putranya sendiri, dan ia telah mencoba berulang kali untuk memperbaiki perilakunya. Namun setelah putra keduanya itu melalui masa remajanya, MacGil menyadari bahwa Gareth ditakdirkan memiliki karakter tak menyenangkan: licik, haus kekuasaan dan ambisius dalam setiap pemikirannya. MacGil tahu Gareth juga tidak menyukai perempuan dan memiliki banyak kekasih lelaki. Raja lainnya mungkin akan membuang anak lelaki semacam ini, namun MacGil berpandangan lain, dan tak ada alasan untuk tidak menyayanginya. Ia tidak menghakimi putranya atas hal itu. Apa yang tidak disukai dari putra keduanya itu adalah sifat jahatnya, kelicikannya, sesuatu yang tak bisa ia maafkan.
Di sebelah Gareth berdirilah putri kedua MacGil, Gwendolyn, yang baru berusia enam belas tahun. Ia adalah gadis tercantik yang pernah lihat – dan tindak tanduknya turut menyinari kecantikannya. Ia ramah, dermawan, jujur – perempuan sejati yang pernah ia kenal. Dalam hal ini Gwendolyn mirip dengan Kendrick. Saat itu ia menatap MacGil dengan rasa cinta seorang putri pada ayahnya, dan ia merasakan kesetiaan putrinya pada setiap tatapan matanya. MacGil bahkan lebih bangga kepadanya dibandingkan para putranya.
Berdiri di sebelah Gwendolyn adalah putra termuda MacGil, Reece, seorang anak laki-laki yang kuat dan bersemangat, yang sedang memulai hidup sebagai lelaki. MacGil merasa senang mengetahui keinginannya bergabung dengan Legiun, dan dapat melihat akan menjadi lelaki macam apa ia di masa depan. Suatu hari, MacGil tak ragu lagi bahwa Reece akan menjadi putra terbaiknya, dan pemimpin yang hebat. Namun tidak untuk saat ini. Reece masih terlalu muda dan perlu belajar banyak hal.
MacGil merasakan gejolak ketika ia memandangi anak-anaknya satu per satu, tiga putra dan satu putrinya berdiri di depannya. Ia merasa bangga sekaligus kecewa. Putri tertuanya, Luanda, sedang bersiap-siap untuk pernikahannya. Dan karena ia menikah dengan seseorang dari kerajaan lain, maka ia tidak berhak ikut serta dalam perbincangan mengenai pewaris tahta. Sedangkan putranya yang lain, Godfrey, putra ketiga yang berusia delapan belas tahun, tidak hadir. MacGil merasa terhina karenanya.
Sejak ia masih bocah, Godfrey telah menunjukkan sikap tidak hormat kepada Sang Raja. Dan telah jelas bahwa ia tidak peduli dengan hal itu dan tidak akan pernah menjadi Raja. Kekecewaan terbesar MacGil adalah Godfrey lebih memilih menghabiskan hari-harinya di kedai bir bersama teman-teman bajingannya, menyulut aib dan membuat malu keluarga kerajaan. MacGil merasa lega ia tak ada saat ini, sekaligus merasakan kehinaan yang tak pernah dideritanya. Ia telah menduga bahwa Godfrey tak akan datang, sehingga ia mengirim orang-orangnya untuk menyisir setiap kedai bir dan membawa Godfrey pulang. MacGil duduk tanpa mengucapkan sepatah kata, menunggu hingga mereka datang.
Pintu ek berat akhirnya mendadak terbuka dan berbaris masuklah pengawal kerajaan sambil menyeret Godfrey. Para pengawal mendorongnya, dan Godfrey masuk tersaruk-saruk ke dalam ruangan ketika mereka menutup pintu di belakangnya.
Para saudara dan saudarinya membalikkan tubuh dan menatapnya. Godfrey tampak dekil, berbau bir, tak bercukur dan setengah telanjang. Ia tersenyum kejam, seperti yang biasa ia lakukan.
“Halo, Ayah,” kata Godfrey. “ Apa aku melewatkan sesuatu?”
“Berdirilah bersama saudara-saudaramu dan dengarkan aku bicara. Jika tidak, demi Tuhan, aku akan merantaimu di ruang bawah tanah bersama para tahanan, dan kau tak akan mendapat makanan – apalagi bir – selama tiga hari.”
Si pembangkang membelalakkan mata ke arah ayahnya. Di sana MacGil menangkap sebuah kekuatan terpendam, sesuatu yang hanya dimilikinya sendiri, sebuah cahaya yang mungkin dapat membuat Godfrey bernasib baik. Itu pun jika Godfrey dapat memperbaiki tingkah lakunya sendiri.
Godfrey si penentang diam sesaat sebelum akhirnya patuh dan berjalan sempoyongan ke arah saudara-saudaranya.
MacGil memandangi kelima anaknya yang berdiri di depannya: anak haram, orang aneh, pemabuk, anak perempuan dan si bungsu. Sebuah paduan yang janggal, dan ia nyaris tak percaya bahwa mereka semua adalah anaknya. Dan kini, di hari pernikahan putri sulungnya, ia wajib memilih seorang pewaris tahta dari mereka. Mungkinkah?
Tugas itu sepertinya sia-sia; karena ia sedang berada dalam masa kejayaannya dan sanggup memerintah sampai tiga puluh tahun mendatang. Siapapun yang ia pilih hari ini mungkin tak akan segera naik takhta hingga berpuluh tahun. Sebuah tradisi yang tak disukainya. Tradisi itu mungkin sesuai di masa pemerintahan mendiang ayah dan para pendahulunya, namun tak berlaku untuk saat ini.
Sang Raja berdehem.
“Hari ini kita berkumpul demi meneruskan tradisi. Seperti yang kalian ketahui, di hari ini, di hari pernikahan putri sulungku, tiba saatnya bagiku untuk mengumumkan nama penerus tahta. Seseorang yang mewarisi hak untuk memerintah kerajaan ini. Jika aku tiada, tak ada yang lebih baik memerintah daripada ibu kalian. Tapi kerajaan kita menyebutkan bahwa hanya seorang raja yang berhak memerintah. Jadi, aku harus memilih.”
MacGil menarik nafasnya dan berpikir. Sebuah keheningan luar biasa menggantung di udara, dan ia dapat merasakan sebuah beban berat untuk mengantisipasi reaksi anak-anaknya. Mata si orang aneh berpendar penuh ambisi, seperti berharap ayahnya akan memilih dirinya. Si pemabuk menatap ke arah jendela, ia tak peduli. Putrinya memandangnya dengan penuh kasih sayang, tahu bahwa ia bukanlah bagian dari pembicaraan ini, meski demikian ia tetap mencintai ayahnya. Demikian halnya dengan si bungsu.
“Kendrick, aku selalu menganggapmu sebagai putraku. Namun peraturan kerajaan melarangku memberikan tahta kerajaan kepada siapapun yang tak memiliki garis keturunan yang sah.”
Kendrick membungkuk. “Ayah, aku tak mengharap Ayah melakukan itu. Aku sadar dengan posisiku. Kumohon jangan biarkan hal ini mengganggu Ayah.”
MacGil merasa terluka dengan tanggapan Kendrick, sesuatu yang menunjukkan kesungguhan hatinya dan MacGil semakin ingin menunjuknya sebagai pewaris tahta.
“Jadi tinggal kalian berempat. Reece, kau lelaki muda sejati, terbaik dari yang pernah kulihat. Tapi usiamu masih terlalu muda.”
“Aku sudah tahu, Ayah,” jawab Reece dengan sedikit membungkuk.
“Godfrey, kau adalah salah satu dari tiga putra sahku – tapi kau memilih membuang hari-harimu di kedai bir, bersama kaum sampah. Kau memiliki semua yang terbaik dalam hidup, dan telah menyia-nyiakannya. Kekecewaan terbesar